We Do Green

AMBIENCE

Posted by Agus Hariyono

Dalam hal atau suasana apapun, agaknya tidak berpengaruh

Iseng

GENTELMAN

Posted by Agus Hariyono

Kadang tergesa - gesa, kadang mengacuhkan,
kadang pula membuat orang merasa tersinggung,
padahal hatinya ingin sebuah kesopanan dan kelembutan

iseng

URGENT

Posted by Agus Hariyono

Suka hal - hal penting padahal gak penting
dan selalu dibuat lebih penting lago

iseng

SURGE

Posted by Agus Hariyono

Walaupun seiring dengan kesusahan ini, matipun tak akan terbayang

HURRY

Posted by Agus Hariyono

Orang yang sangat tergesa - gesa,
tergopoh - gopoh, itulah aku.

KORSLET

ditulis oleh artnya On Wednesday, March 25, 2009
KALAU terlalu forsir memakai otak dengan fungsi yang bertolak belakang, lama-lama bisa korslet. Otak Kanan atau otak kiri yang lebih gampang korslet? Entahlah, yang pasti ada keterbatasan dari elastisitas otak yang terus-menerus dipompa untuk berpikir dan berkreasi. Sampai akhirnya korslet, jatuh sakit, dan menghambat semua kegiatan. Semata-mata untuk mengingatkan bahwa tubuh juga minta didengar dan disediakan kemewahan hidup yang sering terlupa, yaitu istirahat adukat.

Suatu malam saya terkapar di Unit Gawat Darurat RS Pondok Indah. Alasannya: dehidrasi. Kenapa dehidrasi? intake sulit. ini hal-hal yang sangat sering saya baca di dalam status pasien. Tetapi bukan berarti dokter juga kebal dari sakit seperti yang distigmakan masyarakat awam.

"Dokter kok sakit?" atau "Dokter kok merokok?" atau "Dokter cuma bisa menasihati saja, tidak bisa menerapkan pada dirinya” adalah komentar-komentar yang paling sering dilontarkan kepada dokter. Ya jelas, dokter bisa sakit. Apalagi tinggal di Indonesia yang kaya dengan kuman, polusi, dan lain-Iain senyawa yang bisa membahayakan organ tubuh kita. Dan dokter juga berhak memanjakan reward pathway di otak melalui jalur nikotinik. Jadi begitulah, dokter juga mempunyai hak atas tubuhnya. Otonomi yang tidak bisa diganggu gugat. Dokter juga berhak merusak tubuhnya sepertl orang lain merusak tubuhnya, ltu prinsip kesetaraan. bukan sinisme.
Entah kenapa, saat terbaring di sana, saya merasa !ega, Dokter UGD memeriksa saya, mengolok-olok saya juga karena mengambil spesialisasi ilmu kedokteran jiwa; sementara perawat-perawat menqukur tekanan darah serta nadi saya, Saya merasa diurus. lbu saya menemani sebentar, tetapi sesudah itu pulang. Kasihan ibu saya sudah terlalu banyak menghadapi masalah, mungkin sudah waktunya saya mengurus diri sendiri. Atau bila tidak blsa mengurus diri sendiri, mungkin sudah waktunya saya diurus seseoranq.

Yang menarik sekaligus menyedihkan, vena-vena tanqan kiri saya munqkin agak kolaps karena dehidrasi, sehingga terpaksa ditusuk sebanyak 3 kali di 3 jalur vena yang berbeda untuk memasukkan cairan infus. Lampu di Jangit-Iangit memuntahkan cahaya putih terang ke mata saya. di samping kanan saya (walau tertutup tirai pemisah) seorang bapak teriak-teriak kesakitan karena kolik perut kanan bawah akibat usus buntu dan harus segera dioperasi, sementara entah di sebelah mana ada suara anak-anak menangis karena demam berdarah, dan di sisi mana iagi ada seorang bapak yang diantar pria-pria semi-preman sok kaya dan sok penting karena sakit maag parah sampai muntah - muntah.

Dalam situasi yang demikian, saya hanya bisa tidur dua Jam dari total enam jam yang saya habiskan di UGD. Saya jadi berpikir macam-macam. Yang pasti malam itu saya sepertinya membuat pseudokomitmen dengan seseorang lewat telfon genggam karena saya terpreokupasi olen pikiran "I don't wanna die alone and never know how it feels to spend my life with someone…” Lucunya, beberapa hari kemudian orang tersebut bertanya kepada saya apa saya benar-benar serius dengan ucapan saya malam itu atau hanya gara-gara saya sedang mengalami penurunan kesadaran akibat dehidrasi, Entah kenapa, pertanyaannya membuat saya jadi teringat lagu Sinead O'Connor, "You Make Me The Thief of Your Heart.” dari OST film In The Name of The Father.

Ada sebuah pemikiran nihilistik, bahwa ternyata semua itu tidak ada gunanya kalau fisik saya sakit, Ambisi yang ambigu, kebahagiaan yang semu, kesepian atas nama ketidakjelasan pilihan hidup, dan lain-lain yang menyabotase jalan hidup manusia pada umumnya dan saya pada khususnya.

Suatu hari seseorang yang sangat baik dan unik (walau dia menyebut dirinya dicap enigmatik). bertemu dengan saya. Setelah saya mulai recuperate dari sakit, ia membawakan Jarmaika dan Kuba untuk saya. Saya menonton film Spiderman 3 dengannya, memakan pizza Italia yang agak berbeda karena bumbunya sanqat tidak merangsang produksi asam lambung (tetapi tetap berlumuran mozzarella dan tuna), dan menikmati suatu ruangan besar, hanya berdua. Ia berseloroh (atau mungkin serius), Westerling dulu rapat di ruangan yang sama dengan yang sedang saya nikmati. Saya agak penakut kalau berbicara tentang manusia yang sudah meninggal. Maksudnya, saya sadari penuh saya masih takut dengan kematian (mungkin kurang religius) dan belum legowo menerima konsep kematian. Tetapi saya menjadi lebih takut lagi dengan roh Westerling, karena dia membunuh 40.000 orang Makassar. Saya jadi teringat, teman-teman saya banyak yang dari Makassar. Ada baiknya mereka jangan datang ke tempat itu karena takut Westerling terbangkitkan lagi hanya gara-gara tahu mereka dari Makassar.

Jadi seperti itu. Hidup-sakit-mati. Lebih menyedihkan lagi, mati sendiri. Lebih mengenaskan lagi, mati dan ditakuti. Seperti roh Westerling yang saya takuti.

0 Response to "KORSLET"

Post a Comment

TERIMA KASIH
Atas komentar yang telah Anda berikan

    My Plurk

    dan mereka tau apa yang mereka lakukan

    Facebook Status Stream

    Blog Archive

    Followers

    QUOTE

    "Membuat keputusan hanyalah permulaan. Bila seseorang membuat keputusan, sebenarnya ia menyelam ke dalam arus kuat yang akan membawanya ke tempat - tempat yang tak pernah ia mimpikan saat pertama kali membuat keputusan itu"
    ==Paulo Caelho==