Disadari atau tidak, setiap orang mempunyai ideology. Dengan kata “setiap orang” maka tidak mungkin kita mengandaikan Homo Jakartensis juga sebagai satu karakter saja.
Homo jakartensis tentunya juga terhipotesa dalam tiga posisi; Apakah ideologinya terhegemoni wacana dominan, bernegosiasi dengan wacana dominan tersebut ataukah peroposisi sama sekali. Selama hegemoni dipahami sebagai kondisi yang berada dalam proses, maka ketiga posisi hipotetis itu pun mestinya dipandang sebagai pergulatan antarwacana dalam perjuangan ideology.
Bagaimanakah bentuknya bias kita lihat di Jakarta? Saya kira bentuk paling klise yang sering kita dengar adalah usaha meraih kesusksesan. Sukses artinya berhasil, tetapi berhasil ngapain? Maka kita dapat menyaksikan konotasi wacana dominan yang telah diberikan kepada kata “sukses” tersebut: Kita tidak dapat mengatakan seseorang sukses jika secara financial ia tidak berkecukupan, tidak terkenal dan tidak mempunyai jabatan yang tinggi dalam struktur hirarkis. Tentunya seorang guru teladan tidak mempunyai kualitas, justru meski ia sebaliknya sangat berkualitas, konotasi “sukses” di kota besar telah mengalami kolonisasi makna berkat hegemoni wacana dalam media.
Risiko dari kolonisasi kata suskes dengan penandaan mobil mewah, kehidupan gemerlap dan kursi kencana adalah pengesahan kata yang sebaliknya dalam oposisi biner; Ada sukses tentu ada gagal. Tepatnya, jika ada yang sukses maka harus ada yang di-gagal-kan. Kerana tidak semuanya bias sukses bersama bukan? Kita tidak bisa kaya bersama, terkenal bersama atau menempati posisi yang tinggi bersama. Dalam piramida korban manusia, tidak semuanya dapat disebut sepenuhnya sukses. Di bawah yang sukses ada yang hanya setengah sukses, seperempat sukses, seperdelapan sukses, pokoknya survive-lah dan lapisan paling dasar adalah mereka yang terkorbankan demi kesuksesan mereka yang berada di puncak pyramid tersebut.
Ini berarti mereka yang berada di bawah adalah golongan terbawahkan:Tiadalagi kuepen dapatan yang bias mereka perebutkan,hirarki kelas social tidak memberi mereka kesempatan berubah, meski bekerja lebih rajin dari pada semut-yang bias dilakukan adalah suatu perjuangan semiotik, yakni perjuangan lewat tanda-tanda. Ketidak seimbangan neraca ekonomi finansial dapat diperbaiki melalui situs yang diberikan ekonomi budaya, bahwa golongan terbawahkan ini memiliki identitas social yang bermakna dan menyamankan diri mereka sendiri.
Tepatnya, Jika ada yang sukses maka harus ada juga yang di-gagal-kan. Karena tidak semuanya bias sukses bersama bukan?
Dari hari ke hari, pembermaknaan semacam ini akhirnya menyeruak dan pada gilirannya akan memaksa kelompok dominan bernegosiasi, memang untuk mempertahankan hegemoninya sendiri.Masalahnya, seberapajauh penanda¬penanda dalam perjuangan semiotic mampu mengubah neraca finansialnya? Sebaliknya,jika orang miskin menjadi kaya, bisakah ia tetap berbudaya miskin secara mandiri dan tidak usah menggantinya dengan pura-pura menjadi orang kaya? Hegemoni semacam ini tidak akan mengubah neraca ekonomi budayanya: Orang miskin bias menjadi kaya, tetapi tetap tidak memiliki dirinya sendiri. Dalam konsep alienasi Marx, buruh tak memiliki karyanya, kecuali membelinya dengan upah atas tenaganya untuk produk tersebut.
Perjuangan ideologis berada di wilayah semacam ini. Alienasi tidak perlu terjadi jika kelas terbawahkan mendapatkan pilihan dalam konsumsi makna untuk memperkaya diri mereka. ldeologi disini bukanlah kesadaran palsu seperti kecaman Marx atas cara bekerja kapitalisme, yang mengesahkan keterbawahan kelas bawah, sebaliknya mendorong mereka untuk melawan, meski hanya dalam wilayah penandaan-karena toh sudah terbukti penuh daya dalam pembermaknaan. Musik dangdut boleh disebut hanya menggemukkan kocek parakapitalis dalam ekonomi finanslal, tetapi musik dangdut telah memberikan identitassosial kepada kelas terbawahkan, sedangkan identitas adalah rurnah jiwa yang tidak ternilai dalam ekonomi budaya.
Dengan katalain,para korban bias melawan, dan artinya tidak lagi terkorbankan. Tiadalagi kesadaran palsu yang melibatkan kodrat, takdir, dan nasib dalam mengesahkan keberadaan korban, melainkan keberadaan korban dalam keterbawahan itulah yang memberi kesahihan untuk melawan hegemoni makna.Begitulah ideology memberikan kepada siapapun suatu kesahihan untuk hidup - bukan sekadar hidup dalarn kepasrahan menerima kegagalan sebagai kekalahan.
Memandang Jakarta, memandang belantara tanda-tanda, memandang medan pertempuran semiotik.Homo Jakartensis hidup dengan tanda-tanda itu dalam dirinya, yang masihlah harus diberinya makna. Tanda adalah peleburan penanda dan petanda yang ditandainya. Namun kita tidak dapat melihat petanda, yang terlihat hanyalah penanda, menjadi belantara tanda-tanda, termasuk di sana yang selama ini kita sebut bahasa. Ketika bahasa yang paling langsung, jujur,dan setia kepada nalar pun hanyalah penanda, bagaimanakah caranya kita, misalnya, melihat diri kita? Apabila kemudian kita sahih disebut Homo Jakartensis, maka pluralitas teks dalam diri kita semangkin kompleks adanya. Diri yang kompleks memandang Jakarta yang kompleks: Pigimana jadinya? Bolehkah kita curigai metodologi ilmu pengetahuan sebagai terlalu menyederhanakannya - atau melakukan kolonisasi makna kepadanya?
itulah ironi memandang Jakarta, sementara yang memandang berada di dalamnya!
Rasa ini hambar,
hari seperti detik tak berbekas,
menghujam,
menusuk tajam padam gelap hanya itu yang kurasa.
Adakah bunga mekar di taman nan indah menyentuh hambarku,
adakah mentari berputar mengelilingi hariku....
Karna asa semakin terpelihara,
karena cita semakin antah barantah......
Peradaban zamanku tarkoyak
Pertikain hidupku melebur
menerabas hingar
membelenggu bingar
Hidup membunuh karakter idealisme
Yang menggantung asas idelogi
Lebih baik mati terhegemoni alam
Mati karena kejangkitan metamorfosis
Tebet, 22/o3/2009, 18:35
Dalam keniscayaanku....
hari seperti detik tak berbekas,
menghujam,
menusuk tajam padam gelap hanya itu yang kurasa.
Adakah bunga mekar di taman nan indah menyentuh hambarku,
adakah mentari berputar mengelilingi hariku....
Karna asa semakin terpelihara,
karena cita semakin antah barantah......
Peradaban zamanku tarkoyak
Pertikain hidupku melebur
menerabas hingar
membelenggu bingar
Hidup membunuh karakter idealisme
Yang menggantung asas idelogi
Lebih baik mati terhegemoni alam
Mati karena kejangkitan metamorfosis
Tebet, 22/o3/2009, 18:35
Dalam keniscayaanku....
KALAU terlalu forsir memakai otak dengan fungsi yang bertolak belakang, lama-lama bisa korslet. Otak Kanan atau otak kiri yang lebih gampang korslet? Entahlah, yang pasti ada keterbatasan dari elastisitas otak yang terus-menerus dipompa untuk berpikir dan berkreasi. Sampai akhirnya korslet, jatuh sakit, dan menghambat semua kegiatan. Semata-mata untuk mengingatkan bahwa tubuh juga minta didengar dan disediakan kemewahan hidup yang sering terlupa, yaitu istirahat adukat.
Suatu malam saya terkapar di Unit Gawat Darurat RS Pondok Indah. Alasannya: dehidrasi. Kenapa dehidrasi? intake sulit. ini hal-hal yang sangat sering saya baca di dalam status pasien. Tetapi bukan berarti dokter juga kebal dari sakit seperti yang distigmakan masyarakat awam.
"Dokter kok sakit?" atau "Dokter kok merokok?" atau "Dokter cuma bisa menasihati saja, tidak bisa menerapkan pada dirinya” adalah komentar-komentar yang paling sering dilontarkan kepada dokter. Ya jelas, dokter bisa sakit. Apalagi tinggal di Indonesia yang kaya dengan kuman, polusi, dan lain-Iain senyawa yang bisa membahayakan organ tubuh kita. Dan dokter juga berhak memanjakan reward pathway di otak melalui jalur nikotinik. Jadi begitulah, dokter juga mempunyai hak atas tubuhnya. Otonomi yang tidak bisa diganggu gugat. Dokter juga berhak merusak tubuhnya sepertl orang lain merusak tubuhnya, ltu prinsip kesetaraan. bukan sinisme.
Entah kenapa, saat terbaring di sana, saya merasa !ega, Dokter UGD memeriksa saya, mengolok-olok saya juga karena mengambil spesialisasi ilmu kedokteran jiwa; sementara perawat-perawat menqukur tekanan darah serta nadi saya, Saya merasa diurus. lbu saya menemani sebentar, tetapi sesudah itu pulang. Kasihan ibu saya sudah terlalu banyak menghadapi masalah, mungkin sudah waktunya saya mengurus diri sendiri. Atau bila tidak blsa mengurus diri sendiri, mungkin sudah waktunya saya diurus seseoranq.
Yang menarik sekaligus menyedihkan, vena-vena tanqan kiri saya munqkin agak kolaps karena dehidrasi, sehingga terpaksa ditusuk sebanyak 3 kali di 3 jalur vena yang berbeda untuk memasukkan cairan infus. Lampu di Jangit-Iangit memuntahkan cahaya putih terang ke mata saya. di samping kanan saya (walau tertutup tirai pemisah) seorang bapak teriak-teriak kesakitan karena kolik perut kanan bawah akibat usus buntu dan harus segera dioperasi, sementara entah di sebelah mana ada suara anak-anak menangis karena demam berdarah, dan di sisi mana iagi ada seorang bapak yang diantar pria-pria semi-preman sok kaya dan sok penting karena sakit maag parah sampai muntah - muntah.
Dalam situasi yang demikian, saya hanya bisa tidur dua Jam dari total enam jam yang saya habiskan di UGD. Saya jadi berpikir macam-macam. Yang pasti malam itu saya sepertinya membuat pseudokomitmen dengan seseorang lewat telfon genggam karena saya terpreokupasi olen pikiran "I don't wanna die alone and never know how it feels to spend my life with someone…” Lucunya, beberapa hari kemudian orang tersebut bertanya kepada saya apa saya benar-benar serius dengan ucapan saya malam itu atau hanya gara-gara saya sedang mengalami penurunan kesadaran akibat dehidrasi, Entah kenapa, pertanyaannya membuat saya jadi teringat lagu Sinead O'Connor, "You Make Me The Thief of Your Heart.” dari OST film In The Name of The Father.
Ada sebuah pemikiran nihilistik, bahwa ternyata semua itu tidak ada gunanya kalau fisik saya sakit, Ambisi yang ambigu, kebahagiaan yang semu, kesepian atas nama ketidakjelasan pilihan hidup, dan lain-lain yang menyabotase jalan hidup manusia pada umumnya dan saya pada khususnya.
Suatu hari seseorang yang sangat baik dan unik (walau dia menyebut dirinya dicap enigmatik). bertemu dengan saya. Setelah saya mulai recuperate dari sakit, ia membawakan Jarmaika dan Kuba untuk saya. Saya menonton film Spiderman 3 dengannya, memakan pizza Italia yang agak berbeda karena bumbunya sanqat tidak merangsang produksi asam lambung (tetapi tetap berlumuran mozzarella dan tuna), dan menikmati suatu ruangan besar, hanya berdua. Ia berseloroh (atau mungkin serius), Westerling dulu rapat di ruangan yang sama dengan yang sedang saya nikmati. Saya agak penakut kalau berbicara tentang manusia yang sudah meninggal. Maksudnya, saya sadari penuh saya masih takut dengan kematian (mungkin kurang religius) dan belum legowo menerima konsep kematian. Tetapi saya menjadi lebih takut lagi dengan roh Westerling, karena dia membunuh 40.000 orang Makassar. Saya jadi teringat, teman-teman saya banyak yang dari Makassar. Ada baiknya mereka jangan datang ke tempat itu karena takut Westerling terbangkitkan lagi hanya gara-gara tahu mereka dari Makassar.
Jadi seperti itu. Hidup-sakit-mati. Lebih menyedihkan lagi, mati sendiri. Lebih mengenaskan lagi, mati dan ditakuti. Seperti roh Westerling yang saya takuti.
Suatu malam saya terkapar di Unit Gawat Darurat RS Pondok Indah. Alasannya: dehidrasi. Kenapa dehidrasi? intake sulit. ini hal-hal yang sangat sering saya baca di dalam status pasien. Tetapi bukan berarti dokter juga kebal dari sakit seperti yang distigmakan masyarakat awam.
"Dokter kok sakit?" atau "Dokter kok merokok?" atau "Dokter cuma bisa menasihati saja, tidak bisa menerapkan pada dirinya” adalah komentar-komentar yang paling sering dilontarkan kepada dokter. Ya jelas, dokter bisa sakit. Apalagi tinggal di Indonesia yang kaya dengan kuman, polusi, dan lain-Iain senyawa yang bisa membahayakan organ tubuh kita. Dan dokter juga berhak memanjakan reward pathway di otak melalui jalur nikotinik. Jadi begitulah, dokter juga mempunyai hak atas tubuhnya. Otonomi yang tidak bisa diganggu gugat. Dokter juga berhak merusak tubuhnya sepertl orang lain merusak tubuhnya, ltu prinsip kesetaraan. bukan sinisme.
Entah kenapa, saat terbaring di sana, saya merasa !ega, Dokter UGD memeriksa saya, mengolok-olok saya juga karena mengambil spesialisasi ilmu kedokteran jiwa; sementara perawat-perawat menqukur tekanan darah serta nadi saya, Saya merasa diurus. lbu saya menemani sebentar, tetapi sesudah itu pulang. Kasihan ibu saya sudah terlalu banyak menghadapi masalah, mungkin sudah waktunya saya mengurus diri sendiri. Atau bila tidak blsa mengurus diri sendiri, mungkin sudah waktunya saya diurus seseoranq.
Yang menarik sekaligus menyedihkan, vena-vena tanqan kiri saya munqkin agak kolaps karena dehidrasi, sehingga terpaksa ditusuk sebanyak 3 kali di 3 jalur vena yang berbeda untuk memasukkan cairan infus. Lampu di Jangit-Iangit memuntahkan cahaya putih terang ke mata saya. di samping kanan saya (walau tertutup tirai pemisah) seorang bapak teriak-teriak kesakitan karena kolik perut kanan bawah akibat usus buntu dan harus segera dioperasi, sementara entah di sebelah mana ada suara anak-anak menangis karena demam berdarah, dan di sisi mana iagi ada seorang bapak yang diantar pria-pria semi-preman sok kaya dan sok penting karena sakit maag parah sampai muntah - muntah.
Dalam situasi yang demikian, saya hanya bisa tidur dua Jam dari total enam jam yang saya habiskan di UGD. Saya jadi berpikir macam-macam. Yang pasti malam itu saya sepertinya membuat pseudokomitmen dengan seseorang lewat telfon genggam karena saya terpreokupasi olen pikiran "I don't wanna die alone and never know how it feels to spend my life with someone…” Lucunya, beberapa hari kemudian orang tersebut bertanya kepada saya apa saya benar-benar serius dengan ucapan saya malam itu atau hanya gara-gara saya sedang mengalami penurunan kesadaran akibat dehidrasi, Entah kenapa, pertanyaannya membuat saya jadi teringat lagu Sinead O'Connor, "You Make Me The Thief of Your Heart.” dari OST film In The Name of The Father.
Ada sebuah pemikiran nihilistik, bahwa ternyata semua itu tidak ada gunanya kalau fisik saya sakit, Ambisi yang ambigu, kebahagiaan yang semu, kesepian atas nama ketidakjelasan pilihan hidup, dan lain-lain yang menyabotase jalan hidup manusia pada umumnya dan saya pada khususnya.
Suatu hari seseorang yang sangat baik dan unik (walau dia menyebut dirinya dicap enigmatik). bertemu dengan saya. Setelah saya mulai recuperate dari sakit, ia membawakan Jarmaika dan Kuba untuk saya. Saya menonton film Spiderman 3 dengannya, memakan pizza Italia yang agak berbeda karena bumbunya sanqat tidak merangsang produksi asam lambung (tetapi tetap berlumuran mozzarella dan tuna), dan menikmati suatu ruangan besar, hanya berdua. Ia berseloroh (atau mungkin serius), Westerling dulu rapat di ruangan yang sama dengan yang sedang saya nikmati. Saya agak penakut kalau berbicara tentang manusia yang sudah meninggal. Maksudnya, saya sadari penuh saya masih takut dengan kematian (mungkin kurang religius) dan belum legowo menerima konsep kematian. Tetapi saya menjadi lebih takut lagi dengan roh Westerling, karena dia membunuh 40.000 orang Makassar. Saya jadi teringat, teman-teman saya banyak yang dari Makassar. Ada baiknya mereka jangan datang ke tempat itu karena takut Westerling terbangkitkan lagi hanya gara-gara tahu mereka dari Makassar.
Jadi seperti itu. Hidup-sakit-mati. Lebih menyedihkan lagi, mati sendiri. Lebih mengenaskan lagi, mati dan ditakuti. Seperti roh Westerling yang saya takuti.
Tidak bisa dipungkiri bahwa INDONESIA sebagai negara kaya raya, dilintasi oleh garis khatulistiwa (biasa di sebut negeri Zamrud Khatulistiwa), atau kiasan sebagai Negara kolam susu dimana tongkat dan kayu bisa menjadi tanaman, atau negeri yang luas dengan lautannya karena nenek moyangnya adalah seorang pelaut.
Kiasan atau sebutan itu melukiskan betapa kayanya Negara yang bernama INDONESIA. Kondisi geografispun amat mendukung. Luas wilayah daratan mencapai 1.904.569 M2, lautan 3.288.683 M2, yang terbagi atas 6 pulau besar dan 17.500 pulau kecil, panjang pantai 80.000 km, 370 suku bangsa dan jumlah populasi sebesar 218.886.791 jiwa. Kondisi ini menunjukkan betapa luar biasanya Indonesia. Belum lagi Indonesia tercatat sebagai 10 besar penghasil sumber daya alam terbesar di dunia, memiliki 325.350 jenis fauna dan flora, daerah strategis di antara 4 benua dan 2 samudera, pasar nomor 4 terbesar di dunia, pantai terpanjang nomor 2 di dunia serta memiliki potensi pariwisata terbesar di dunia. Sehingga julukan INDONESIA sebagai Mega Marine Biodiversity-pun melekat.
Data terakhir menyebutkan, Indonesia memiliki potensi besar di bidang-bidang seperti;
- Minyak dan Pertambangan:Penghasil Timah terbesar 2 dunia; Penghasil Batu Bara terbesar 9 dunia; Penghasil Tembaga terbesar 3 dunia; Penghasil Minyak Bumi terbesar 11 dunia; Penghasil Natural Gas terbesar 6 dunia; LNG terbesar1 dunia; Penghasil Emas terbesar 8 dunia; Penghasil Aspal; Bauxit; Nikel; Granit; Perak; Uranium; Marmer; dan lainnya.
- Pertanian dan Perkebunan: Penghasil Biji-bijian terbesar 6 dunia; Penghasil Teh terbesar 6 dunia; Penghasil Kopi terbesar 4 dunia; Penghasil Cokelat terbesar 3 dunia; Penghasil Minyak Sawit (CPO) terbesar 2 dunia; Penghasil Lada putih terbesar 1 dunia; Penghasil lada hitam terbesar 2 dunia; Penghasil Puli dari buah Pala terbesar 1 dunia; Penghasil Karet Alam terbesar 2 dunia; Karet Sintetik terbesar 4 dunia; Penghasil Kayu Lapis terbesar 1 dunia; dan Penghasil ikan terbesar 6 dunia.
- Bidang Kehutanan: Nilai Jasa Lingkungan dari pencegahan erosi dan serapan Co2 total nilai Rp 1.548 Triliyun/tahun; Pendapatan dan Investasi (Hutan rapat, kayu hutan rakyat, omset industri hutan, kayu bakar pengganti BBM serta industri baru kebun energi) sebesar Rp 23,5 triliyun/tahun.
Sisi lain, Indonesia, Brazilia, Afrika Tengah adalah wilayah pembentuk awan paling aktif dan sebagai pusat iklim global/Makro. Bahkan, Indonesia lebih dari Brazilia atau Afrika Tengah, karena memiliki kondisi laut luas dan dangkal, serta matahari berlimpah, sehingga konveksi air laut lebih aktif. Sisi lain, wilayah kepulauan Indonesia dan Hutan Amazon di Amerika Latin adalah paru-paru dunia. mampu menyerap Gas Carbondioksida (Co2) sampai 2,5 Kg permeter pertahun. Posisi Indonesia yang sangat berperan mempengaruhi iklim global/makro. Seharusnya, memiliki posisi tawar yang sangat tinggi.
Ironisnya,INDONESIA masuk kategori NEGARA KAYA namun masyarakatnya MISKIN
Tercatat, sebesar 39,1 juta, jumlah penduduk hampir miskin 28,6 juta, jumlah pengangguran 11,1 juta dan setengah pengangguran 29,4 juta (total 40,5 juta atau 38 % dari angkatan kerja yang 107 juta atau 18,5 % dari jumlah penduduk Indonesia). Fakta lain menunjukkan dalam kurun waktu dua tahun terakhir terdapat peningkatan jumlah penderita gizi buruk (data tahun 2006 sebesar 2,3 juta atau setara 28 persen dari jumlah balita Indonesia dan 10 persen berakhir dengan kematian).
Hal yang tidak kalah menyedihkan, adalah semakin tergantungnya negara terhadap utang. Posisi utang luar negeri Indonesia tahun 2008 sebesar 155,29 milyar dollar AS, yang terdiri atas pinjaman yang diperoleh dengan perjanjian utang senilai 64,34 milyar dollar AS dan penerbitan obligasi negara sebesar 90,95 milyar dollar AS. Di penghujung tahun 2008 ini, posisi utang luar negeri Indonesia telah pula membengkak menjadi 86,095 milyar US Dollar (sumber; Bank Indonesia-November 2008). Hal ini terjadi sebagai akibat krisis ekonomi global yang mendorong merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dollar. Sudah tentu kondisi ini semakin menyulitkan Indonesia untuk lepas dari lilitan utang yang ada.
Sungguh ironis, nasib negara yang dianugerahi Tuhan kekayaan alam yang demikian melimpah, tetapi rakyatnya hidup dalam belenggu kemiskinan dan keterpurukan.
APA YANG TERJADI DENGAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM INDONESIA?
PRA KEMERDEKAAN, PASCA KEMERDEKAAN, PHASE TAHUN 1950, PHASE ORDE BARU, PHASE REFORMASI (PRIVATISASI)
Dalam konteks pengelolaan sumber daya alam Indonesia, terkait kebijakan publik yang dilakukan oleh Pemerintah, dapat dirunut berdasarkan kajian legalitas dan kajian historis pengelola sumber daya alam dari satu Pemerintahan ke Pemerintahan lainnya. Perkembangan masalah publik dari waktu ke waktu yang dihadapi oleh Pemerintah harus disikapi secara positif dengan mengeluarkan kebijakan yang konstruktif, sehingga mampu memberikan kemanfaatan publik yang optimal dan berimplikasi positif bagi kehidupan masyarakat sesuai dengan amanah Undang-Undang dasar 1945 dan perangkat aturan pelaksanaannya. Artinya, bahwa kemakmuran dan kesejahteraan rakyat-lah yang menjadi titik tekan paket kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah. Poin ini yang akan mengurai dimana sesungguhnya letak kesalahan yang terjadi terhadap sistem pengelolaan sumber daya alam Indonesia.
PHASE PRA KEMERDEKAAN
Sejarah perkembangan pengelolaan sumber daya alam Indonesia dimulai sejak tahun 1871 di Cirebon, yang merupakan usaha pertama pengeboran minyak di Indonesia. Dan pada tahun 1883 konsesi pertama pengusahaan minyak diserahkan Sultan Langkat kepada Aeilko J Zijlker untuk daerah Telaga Said dekat Pangkalan Brandan yang kemudian diusahakan oleh Royal Dutch. Beberapa kilang minyak selanjutnya dibangun oleh Pemerintah Belanda pada era 1890-1907 seperti kilang minyak Balikpapan, Sumatera Utara,Plaju hingga mendirikan lapangan minyak serta saluran pipa Perlak di Pangkalan Brandan. Tanggal 24 Februari 1907 Koninklijke Nederlandsche Petroleum Maatschappij (yang terbentuk pada 16 Juni 1890) dan Shell Transport and Trading Company bergabung mendirikan tiga anak perusahaan yaitu Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM) untuk kegiatan hulu, Aziatic Petroleum untuk pemasaran dan Anglo Saxon untuk transportasi. Ketika pada tahun 1911 Dortche Petroleum Maatschappij di Jawa Timur dibeli oleh BPM, maka hampir seluruh kegiatan minyak dan gas bumi di Indonesia berada di bawah pengawasan Shell.
BPM pertama kali memperoleh kontrak untuk mengusahakan daerah Jambi pada tahun 1920. Dandi bentuklah NIAM, dengan modal 50/50 antara BPM dengan Hindia Belanda dan pengelolaan manajemen berada ditangan BPM. Pasca Perang Dunia II, tahun 1931 Standard Oil Company Of California membentuk subsidiari bernama CALTEX. Sejak itu berbagai perusahaan asing seperti STANVAC, Far Pacific Investment Company berinvestasi dalam eksplorasi dan membangun saluran pipa minyak. Tahun 1941 pecah perang di Asia Tenggara, terjadilah penghancuran dan penutupan sumur minyak bumi di Indonesia. Di masa pendudukan tentara Jepang (tahun 1944), kembali dibangun instalasi minyak.
Akhirnya di tahun 1945 Lapangan minyak sekitar Pangkalan Brandan (ex.konsesi BPM) diserahkan pihak Jepang atas nama sekutu kepada Bangsa Indonesia, dan diberi nama Perusahaan Tambang Minyak Negara Republik Indonesia ( PTMNRI).
Sejak Indonesia merdeka, posisi dan peranan perusahaan negara telah menjadi perdebatan dikalangan founding fathers, terutama pada kata “di kuasai oleh negara” (kutipan pasal 33 ayat 1 UUD 1945). Presiden Soekarno menafsirkan bahwa melihat kondisi perekonomian Indonesia masih lemah saat pasca kemerdekaan, maka negara harus menguasai sebagian besar bidang usaha yang dapat menstimulasi kegiatan ekonomi. Sedangkan, Hatta menentang pendapat ini, dan memandang bahwa negara hanya cukup menguasai perusahaan yang benar - benar menguasai kebutuhan pokok masyarakat seperti listrik dan transportasi. Pandangan Hatta ini lebih sesuai dengan paham ekonomi modern. Dimana posisi negara hanya cukup menyediakan infrastruktur yang mendukung proses pembangunan (Rice,1983). Saat itu posisi negara sangat dominan.
Argumentasi paling mendasar atas intervensi pemerintah saat itu adalah situasi negara yang baru lepas dari penjajahan tidak memiliki Social Overhead Capital sebagai modal pembangunan, besarnya kerugian dan kerusakan utilities akibat perang, terpinggirkannya pengusaha pribumi sebagai kelas tiga (setelah eropa dan keturunan Arab serta China). Usaha menstimulasi perekonomian dalam masa demokrasi parlementer diimplementasikan melalui Rencana Urgensi Perekonomian (RUP) dan Program Benteng yang ditujukan untuk membantu pengusaha pribumi (shutter, 1959).
Beberapa kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah untuk mendorong perekonomian nasional adalah dengan mendirikan perusahaan negara dalam bidang infrastruktur yang bersifat Monopoli Alamiah (Natural Monopolies) dengan melakukan nasionalisasi terhadap beberapa perusahaan Belanda. Beberapa perusahaan Belanda yang dinasionalisasikan dalam bidang infrastruktur vital seperti; KLM menjadi Garuda Indonesia Airways, Batavie Verkeer Mij dan Deli Spoorweg Mij menjadi Djawatan Kereta Api (DKA). Untuk sektor transportasi dan post, telegraph en telephone Dienst/PTT dinasionalisasikan menjadi Djawatan Pos. Namun, banyaknya pergolakan politik danpemberontakan (Instabilitas Politik), menyebabkan Pemerintah tidak dapat berbuat banyak untuk memperbaiki sarana publik (Feith, 1962). Upaya perlindungan terhadap pengusaha pribumi juga mengalami kegagalan. Lisensi impor yang diberikan kepada pengusaha pribumi jatuh ke tangan pengusaha Tionghoa dan keturunan Arab. Kurangnya jiwa wira usaha (entrepreneurship) dari pengusaha pribumi mengakibatkan Program Benteng yang ditujukan untuk mendorong dan menumbuhkan perekonomian tidak tercapai (Anspach, 1969).
In this part . . .
Whether you are a socialite or socially awkward, you
are ready to dive into creating "social networking"
applications for Facebook. Get the scoop in Part I, where
I introduce you to Facebook and its developer platform. I
then explore the social graph, Facebook's social network.
Finally, you roll up your sleeves and code your first
Facebook app.
We hear all of the time about "platforms" in various walks of life. Political parties put their policies and agendas into documents called platforms. An Olympic diver performs a perfect dive off of a 10 meter platform on the way to a gold medal. Heck, platform tennis is a form of tennis that people play with paddles.
Facebook too has its own platform - cleverly called the Facebook Platform. Fortunately for your coworkers, it is a platform that you don't need a swimsuit or a paddle to use. You do need to know a Web programming language such as PHP or Java, however.
Facebook gained popularity because of its structured environment and social network, but its Facebook Platform is proving to be a critical means of preventing it from becoming the latest "flavor of the month." Because of third-party applications, Facebook now offers a compelling reason for users to invest themselves in Facebook.com in a way that they were never really able to do with social networking sites like MySpace. In fact, upon the Platform's release, it was only a matter of weeks before users began to see thousands and thousands of Facebook-inspired applications from all sorts of developers - from major corporations to hobbyists working in their basements.
In this chapter, I introduce you to the basics of Facebook and its development platform. If you are an application developer just coming to this social networking site as a newcomer, I get you up to speed by surveying the core concepts and components of Facebook itself. Next, I survey the Facebook Platform and its various parts and show you how they work together to form a cohesive solution.
Discovering Facebook
MySpace and Friendster may have been the early "go to" places for online
social interaction, but Facebook has overtaken them as the fastest growing social networking site on the Web. Its structured environment, enjoyable user experience, and expandable platform for third-party applications have helped it gain this level of importance and popularity.
Before you begin to develop applications for Facebook, you should get to
know all of the ins and outs of Facebook itself to ensure you fully understand the potential of how your application can tap into its platform. If you are a newcomer to Facebook, you need to get your arms around two important concepts: the News Feed and the profile.
Whether you are a socialite or socially awkward, you
are ready to dive into creating "social networking"
applications for Facebook. Get the scoop in Part I, where
I introduce you to Facebook and its developer platform. I
then explore the social graph, Facebook's social network.
Finally, you roll up your sleeves and code your first
Facebook app.
We hear all of the time about "platforms" in various walks of life. Political parties put their policies and agendas into documents called platforms. An Olympic diver performs a perfect dive off of a 10 meter platform on the way to a gold medal. Heck, platform tennis is a form of tennis that people play with paddles.
Facebook too has its own platform - cleverly called the Facebook Platform. Fortunately for your coworkers, it is a platform that you don't need a swimsuit or a paddle to use. You do need to know a Web programming language such as PHP or Java, however.
Facebook gained popularity because of its structured environment and social network, but its Facebook Platform is proving to be a critical means of preventing it from becoming the latest "flavor of the month." Because of third-party applications, Facebook now offers a compelling reason for users to invest themselves in Facebook.com in a way that they were never really able to do with social networking sites like MySpace. In fact, upon the Platform's release, it was only a matter of weeks before users began to see thousands and thousands of Facebook-inspired applications from all sorts of developers - from major corporations to hobbyists working in their basements.
In this chapter, I introduce you to the basics of Facebook and its development platform. If you are an application developer just coming to this social networking site as a newcomer, I get you up to speed by surveying the core concepts and components of Facebook itself. Next, I survey the Facebook Platform and its various parts and show you how they work together to form a cohesive solution.
Discovering Facebook
MySpace and Friendster may have been the early "go to" places for online
social interaction, but Facebook has overtaken them as the fastest growing social networking site on the Web. Its structured environment, enjoyable user experience, and expandable platform for third-party applications have helped it gain this level of importance and popularity.
Before you begin to develop applications for Facebook, you should get to
know all of the ins and outs of Facebook itself to ensure you fully understand the potential of how your application can tap into its platform. If you are a newcomer to Facebook, you need to get your arms around two important concepts: the News Feed and the profile.
News Feed
After you are logged in to Facebook, the Facebook home page (www.facebook.com) displays the News Feed, as shown in Figure 1-1. Think of the News Feed as your own personalized news channel - something like a FNN (Friends News Network), if you want to get clever. The News Feed contains a live list of announcements or stories about the activity of your network of friends on Facebook - whom they befriended, what apps they added, what their Status is. For example, if my friend Paijo became friends with Zaragosha, I would receive the following story:
Paijo and Zaragosha are now friends.
Facebook compiles this list of news stories based on several factors - the activity of your friends, your preferences of story types, frequency settings on specific friends, the privacy levels of your friends, a user's opinion on the quality of a story (known as "thumbs up" and "x" votes) - all mixed together into a behind-the-scenes, super-secret algorithm. A user can determine the frequency of certain news stories, but Facebook ultimately retains control over what is placed on the News Feed. Facebook also places social ads inside of the News Feed. In this book, you discover how your application can add news stories to the News Feed. (Next Session)
It hurts to love someone and not be loved in return. But what is more paint full is to love someone and never find the courage to let that person know how you feel, and then regret it.
A sad thing in life is, you meet someone who means a lot to you, only to find out in the end that it was never meant to be, and you just have to let go.
It is true that we do not know what we have until we lose it. But it is also true that we do not know what we have been missing until it arrives.
Maybe God want us to meet a few wrong people before meeting the right one. So that when we finally meet the right person, we will know how to be grateful for that gift.
There are moments in life when you miss someone so much that you just want to pick them from your dreams and hug them for real!! Hope you dream of that special someone.A sad thing in life is, you meet someone who means a lot to you, only to find out in the end that it was never meant to be, and you just have to let go.
It is true that we do not know what we have until we lose it. But it is also true that we do not know what we have been missing until it arrives.